Selasa, 06 November 2012

Bahaya Jika Adopsi Anak Hanya Untuk Dijadikan Pancingan Hamil

Detikmaya- Memiliki anak menjadi impian hampir semua orang. Impian tersebut ada yang ingin diwujudkan seseorang meski belum menikah dan tentunya mereka yang sudah menjadi suami-istri.

Untuk pasangan suami-istri, anak bisa didapat melalui proses kehamilan. Namun tidak semua pasangan beruntung bisa memiliki anak sendiri. Ketika hal itu terjadi, adopsi bisa menjadi pilihan.


Menurut psikolog dari Universitas Atmajaya, Wieka Dyah Partasari, ketika suami-istri memilih mengadopsi anak, keputusan tersebut memang dipilih atas kesepakatan bersama. "Adopsi menjadi pilihan mereka di antara berbagai alternatif yang ada. Harapan ketika mengadopsi ini juga sudah cukup realistis," ujar Wieka saat berbincang dengan wolipop melalui telepon Kamis (29/3/2012).


Harapan realistis yang dimaksud Wieka adalah memang pasangan itu ingin menjadi orangtua. "Bukan mengadopsi anak sebagai pancingan atau ada harapan-harapan terselubung," jelasnya. Kalau pasangan mengadopsi anak dengan tujuan hanya sebagai pancingan, Wieka mengatakan, ke depannya bisa menjadi masalah tersendiri.


Hal itu karena ketika suami-istri sudah ingin mengadopsi anak, ada berbagai hal yang perlu dipersiapkan. Pertama, menurut Wieka, yang paling penting adalah kesiapan mental pasangan tersebut.


Pasangan juga harus punya komitmen yang kuat karena menjadi orangtua bukan sesuatu yang mudah. "Memiliki anak itu adalah suatu perubahan yang membawa banyak konsekuensi. Segala macam perubahan hidup akan sulit dijalani kalau belum siap," tutur ibu dua anak itu.


Bukan hanya kesulitan untuk mengasuh anak saja bahaya yang akan dihadapi pasangan ketika mengadopsi anak sebagai pancingan. Nantinya pasangan tersebut juga harus siap menghadapi dampak psikologis ketika mereka sendiri punya anak kandung. Apakah kasih sayang pada anak adopsi (yang awalnya sebagai anak pancingan) akan tetap sama? Bagaimana jika si anak kemudian merasa tersisihkan? Tentunya kalau hal tersebut terjadi, orangtua tersebut sudah mengorbankan anak.


Tidak hanya perubahan pada hal-hal teknis seperti jadwal tidur saja yang harus dihadapi pasangan ketika memiliki anak. Dijelaskan Wieka, kehadiran anak juga mempengaruhi relasi antara suami-istri.


Selain mental dan komitmen yang juga harus disiapkan pasangan ketika ingin mengadopsi anak adalah mengumpulkan informasi. Pengetahuan tentang adopsi ini penting diketahui terutama jika suami-istri ingin mengadopsi anak dari lembaga formal seperti Yayasan Sayap Ibu.


"Orangtua harus punya informasi yang lengkap. Dari situ mereka bisa menimbang apakah memang sepakat dengan informasi tersebut," imbuh wanita yang sehari-harinya mengajar psikologi klinis itu.


Setelah mental siap dan punya cukup informasi, persiapan yang tak kalah pentingnya adalah memberitahukan keluarga besar. Bagi masyarakat Indonesia, keluarga merupakan orang yang juga memiliki peranan.


"Ini sangat khas dengan budaya kita. Keluarga besar sesuatu yang penting. Anak akan tumbuh lebih mudah dan optimal kalau keluarga besar tahu. Calon kakek dan nenek bisa menerima dengan gembira," urainya.


Keluarga besar juga perlu diinformasikan soal kapan Anda, sebagai orangtua akan memberitahu anak soal statusnya. "Pada usia berapa, bagaimana caranya, siapa yang akan mengatakan," tukas Wieka.


Persiapan untuk mengadopsi anak di atas juga berlaku untuk Anda yang single parent atau belum menikah. Namun untuk yang single, persiapan mentalnya harus lebih ekstra.


"Karena kalau saya melihat bebannya lebih berat. Kalau pasangan kan berdua. Kalau single maka dia perlu mempersiapkan diri sebagai orangtua tunggal. Dapat support dari keluarga besar. Keputusan ini perlu dibicarakan," jelas psikolog kelahiran Surabaya, April 1971 itu.
(sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan anda....komentar dong.....

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Terbaru

Daftar Blog Saya