Jumat, 28 Desember 2012

Kontrak Kehamilan


Pengertian Kontrak Kehamilan

Kontrak kehamilan adalah, menanam ovum seorang wanita yang subur bersamaan 
dengan sperma suaminya didalam rahim wanita lain dengan balasan sejumlah uang 
atau tanpa balasan karena berbagai sebab, diantaranya, rahim pemilik ovum tidak 
baik untuk hamil, atau ketiadaan rahim bersamaan dengan adanya dua sel telur yang 
subur atau salah satunya, atau karena pemilik ovum ingin menjaga kesehatan dan 
kecantikannya dan sebagainya dari beberapa motif yang ada.

Sebab-Sebab Melakukan Kontrak Kehamilan

Rahim istri tidak mampu melakukan proses pembuahan
Kehilangan rahim karena berbagai sebab seperti sakit atau lainnya
Hanya dikarenakan untuk menjaga penampilan sang istri agar tetap bugar, langsing, dan cantik
Sengaja menghindari diri dari proses kehamilan karena takut sakit
Wanita yang ingin memiliki anak tapi sudah menapause
Wanita yang ingin mencari pendapatan dengan menyewakan rahimnya untuk orang lain.

Syarat-syarat Surrogate mother

Untuk menjadi serorang surrogate mother, diperlukan syarat-syarat berikut:

Wanita berumur antara 18-35 tahun : idealnya 28 tahun
Sudah menikah dan memiliki anak
Memiliki pekerjaan
Berasal dari kelas menengah
Wanita yang sehat baik secar fisik maupun secara psikis
Memiliki sifat membantu orang lain
Murah hati atau dermawan; perhatian
Memiliki tujuan untuk membantu pasangan untuk memiliki anak
Tidak termotifasi akan uang
Bertanggung jawab dalam membesarkan janin dalam kandungannya

Surrogate Mother (SM) harus memeriksa kesehatan janinya secara teratur, laporan kesehatan tentang kesehatan SM dan laporan psikologi secara komplet diberikan pada pasangan suami istri. Kesuksesan dari program SM ini bergantung dari banyaknya sperma yang diproduksi dari suami dan kemampuan rahim menerima sperma. 85 % dari pasangan suami istri yang menggunakan jasa SM biasanya menginginkan 1 anak saja.

Hubungan antara SM dengan pasangan suami istri berlanjut terus dari masa mengandung sampai kelahiran anak. Tetapi biasanya hubungan antara pasangan suami istri dengan SM berakhir setelah bayi lahir.

Terdapat 26 negara bagian Amerika Serikat telah memiliki undang-undang mengenai program SM, contoh : New York, Miami, Washington DC, dll. Sebelum bayi lahir, pengacara ke pengadilan untuk menetapkan bahwa suami (dari pasangan suami istri) tersebut merupakan ayah kandung dari anak yang akan dilahirkan. Serta nama ayah tersebut dicantumkan

Proses Kontrak Kehamilan

Diambil satu sel donor dari manusia A, kemudian sel tersebut ditaruh dalam sel kultur yang memiliki konsentrasi makanan yang sangat rendah.  Karena kekurangan makanan, sel donor berhenti berkembang dan fungsi dari gen aktifnya berhenti juga. Kemudian sel menjadi primitif dan multipotensial.
Diambil satu sel telur yang belum terfertilisasi dari manusia B, kemudian nukleus bersama DNA dari sel telur tersebut dibuang. Jadi bersisa sel telur yang kosong, namun masih dapat berfungsi dalam pembentukan embrio
Sel donor dari manusia A dan sel telur dari manusia B ditempatkan dalam cawan petri. Kemudian kedua sel tersebut digabungkan menjadi satu dengan menggunakan alat “electric pulse”.
Setelah kedua sel bergabung menjadi satu, lalu sel tersebut mulai berkembang menjadi embrio.
5.      Enam hari kemudian embrio tersebut diimplantasikan atau ditanamkan ke rahim wanita selama 9 bulan. Keturunan yang dilahirkan mempunyai genetik yang sama dengan manusia A karena menyumbangkan sel somatisnya.  
Sosial Ekonomi

Berbagai Sudut Pandang Persoalan Kontrak Kehamilan

Rahim yang digunakan sebagai alat reproduksi dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan materi semata sangatlah tidak etis, karena pandangan yang beredar di masyarakat bahwa rahim merupakan tempat berkembangnya embrio dan tidak untuk tujuan ekonomi semata.

Masyarakat menilai jika rahim digunakan sebagai tempat “persewaan” embrio akan menurunkan harkat dan martabat wanita. Setiap wanita mempunyai hak dan kewajiban untuk mempergunakan rahimnya sesuai dengan semestinya. Khalayak umum erat kaitannya dengan adat dan budaya setempat. Para budaya timur beranggapan bahwa rahim seorang wanita harus dihormati, karena lewat rahim wanita inilah kita dilahirkan.

Segi Agama

Dalam program Surrogate Mother penyewaan rahim dengan prosedur-prosedur yang benar maupun rahim sebagai fungsi ekonomis sangatlah tidak etis, karena agama dengan tegas menegaskan bahwa penciptaan manusia adalah hak dan kedaulatan Tuhan Meskipun dengan ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini, manusia dapat menciptakan ciptaan yang baru tetapi, integritas sebagai manusia harus dihormati, artinya manusia harus menghormati dirinya sendiri sebagai ciptaan Tuhan yang paling luhur.

Berdasarkan prinsip seorang agamawan, semua hal yang bisa dilakukan, tidak selalu patut dilakukan. Sesuatu hal yang dianggap baik belum tentu benar untuk diterapkan dalam kehidupan manusia.

Segi Hukum

Dipandang dari segi hukum, program Surrogate Mother yang sudah terlaksana di negara-negara yang memang sudah mempunyai undang-undang mengenai program SM itu merupakan tindakan etis. Tetapi di Indonesia SM ini tidaklah etis karena menurut UU RI No.23 Thn.1992 tentang kesehatan pasal 16 ayat 1 dan 2 a, b ditegaskan bahwa Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan, tetapi upaya kehamilan tersebut hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah yaitu: hasil pembuahan sperma dan  ovum harus berasal dari pasangan suami istri tersebut, untuk kemudian ditanamkan dalam rahim si istri. Jadi di Indonesia, pengaturan khusus mengenai SM, sehingga tidak begitu saja dapat dibenarkan.

Pakar hukum Universitas Indonesia (UI) Rudi Satrio mengatakan anak hasil bayi tabung merupakan anak sah. Namun jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan pasal 250 KUH Perdata. Dalam hal ini suami dari istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai  anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. Namun biasanya ada perjanjian yang tertulis yang dilakukan kedua pasangan tersebut untuk mengakui status anak tersebut. Rudi juga menambahkan jika embrio dimasukkan ke dalam rahim seorang gadis atau wanita yang tidak terikat perkawinan maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin. Nantinya anak yang lahir tersebut yang akan dirugikan. Pasalnya, anak tersebut akan kesulitan untuk mengurus surat-surat, seperti akta kelahiran.

Kasus Kontrak Kehamilan

Setelah cukup lama menikah, Luisa dan Enrique, pasangan imigran asal Meksiko yang kini menetap di AS, tidak juga mempunyai anak. Akan tetapi keduanya tidak putus asa dan berjuang keras untuk memiliki anak kesayangan. Setelah mengunjungi situs surrogacy di internet, Luisa sepakat bertemu dengan Teresa dan wanita yang disebut belakangan ini bersedia untuk menjadi ibu pengganti (surrogate mother) dengan menawarkan rahimnya untuk disewa sebagai tempat tumbuhnya janin. Teresa akan memperoleh uang dari Luisa-Enrique senilai 15.000 dolar AS sebagai imbalan sewa rahimnya. Menurut Teresa, uang itu nantinya akan ia gunakan untuk membiayai sekolah anak-anaknya.

Sebagai langkah awal transaksi sewa menyewa rahim, Teresa menjalani proses pembuahan vitro (vitro fertilization). Untuk memperbesar kemungkinan kehamilan, lima embrio diimplankan ke rahim Teresa. Di luar dugaan, kelima embrio itu berhasil dengan baik, bertahan hidup dan tumbuh sebagai janin di dalam rahim Teresa. Demikianlah, kelima janin itu hidup dan tumbuh dalam kandungan Teresa sampai tiba saatnya untuk melahirkan. Proses kelahiran bayi-bayi Teresa dilakukan dengan operasi sesar di Banner Good Samaritan Medical Center, Phoenix, Amerika Serikat, dan berhasil dengan baik dan lancar. Dalam waktu lima menit, kelima bayi yang dikandung oleh Teresa itu lahir secara berturut-turut. Luisa-Enrique memberi nama bayi-bayi itu: Enrique (1,89 kg), Jorge (1.87 kg), Gabriel (1,92 kg), Javier (1,69 kg), dan Victor (1,73 kg).

Teresa, ibu pengganti yang telah menyewakan rahimnya itu, sangat bermurah hati kepada Luisa-Enrique. Dia rela memberikan “diskon” kepada Luisa yang, dengan demikian, perempuan yang disebut belakangan ini tidak perlu membayar imbalan sewa rahim secara utuh (USD 15 ribu). Alasan Teresa adalah karena penghasilan pasangan Enrique-Luisa, imigran asal Meksiko itu, terbatas dan tidak mampu membiayai lima bayi itu sekaligus. Pasangan Luisa-Enrique sangat senang dan begitu berbahagia karena keduanya pada awalnya hanya menginginkan seorang anak, tetapi justru mendapatkan lima anak sekaligus yang lahir dari rahim Teresa.

Tanggapan:

1.   Aspek Ekonomi : Dari kasus Di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa alasan Teresa menyewakan rahimnya adalah untuk mendapatkan uang yang digunakan untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Dia dibayar sebesar 15.000 dolar AS. Namun dia tidak menuntut untuk mendapatkan uang sebanyak itu karena dia menyadari jika penghasilan pasangan Enrique-Luisa, terbatas dan tidak mampu membiayai lima bayi itu sekaligu.
2.   Aspek Agama : Menurut kita pada umumnya yang berpegang teguh kepada hukum-hukum agama dan nilai-nilai moral, praktik sewa menyewa rahim tidak dapat diterima karena tidak sesuai dengan perspektif agama (Islam), perspektif moral dan perspektif etika kedokteran kita di Indonesia. Berbeda dengan praktik sewa menyewa rahim Teresa yang terjadi di AS, yang menganut sekularisme, pragmatisme dan utilitarianisme, maka tidak dipersoalkan dan diterima begitu saja.
3.   Aspek Hukum : AS merupakan salah satu negara yang telah memiliki undang-undang mengenai program sewa rahim. Jadi tidak ada suatu larangan untuk pasangan suami istri yang ingin melakukan sewa rahim.
4.   Aspek Medis : Dari segi kesehatan, dapat diketahui bahwa anak hasil dari sewa rahim tidak seoptimal seperti bayi pada umumnya. Pada bayi hasil dari sewa rahim diperkirakan memiliki berat badan rendah serta daya ingat yang kurang.
5.   Aspek Sosial Budaya : Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.  Jika dilihat dari segi budaya Indonesia masalah sewa rahim tersebut tidak dapat diterapkan karena tidak sesuai dengan etika bangsa Indonesia. Berbeda dengan budaya barat yang tidak mempermasalahkan masalah ini karena menganut sekularisme, pragmatisme dan utilitarianisme.

2.2 Adopsi

A.     Pengertian Adopsi

Menurut Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 adalah sebagai berikut : ”Pengangkatan Anak atau adopsi adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan, seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkat”. Maka dalam proses adopsi haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

Merupakan suatu perbuatan hukum
Dimana perbuatan tersebut harus mengalihkan seorang anak
Dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tesebut
Anak tersebut harus tinggal kedalam keluarga orang tua angkat.

B.     Jenis Adopsi

Jenis Pengangkatan anak atau Adopsi terdiri atas 2 (dua) macam yakni :

Pengangkatan Anak Antar Warga Negara Indonesia
Pengangkatan Anak Antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing.

C.     Pihak Yang Dapat Mengajukan Adopsi

·         Pasangan Suami Istri

Ketentuan mengenai adopsi anak bagi pasangan suami istri diatur dalam SEMA No.6 tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 tahun 1979 tentang pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak. Selain itu Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak juga menegaskan bahwa syarat untuk mendapatkan izin adalah calon orang tua angkat berstatus kawin dan pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak, sekurang-kurangnya sudah kawin lima tahun. Keputusan Menteri ini berlaku bagi calon anak angkat yang berada dalam asuhan organisasi sosial.

·         Orang tua tunggal

1.      Staatblaad 1917 No. 129

Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa yang selain memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Namun bagi janda yang suaminya telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat melakukannya.

Pengangkatan anak menurut Staatblaad ini hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akte Notaris. Namun Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei 1963, telah membolehkan mengangkat anak perempuan.

2.      Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983

Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 ini mengatur tentang pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat (private adoption), juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang warga negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption). Jadi, jika Anda belum menikah atau Anda memutuskan untuk tidak menikah dan Anda ingin mengadopsi anak, ketentuan ini sangat memungkinkan Anda untuk melakukannya.

D.    Syarat – syarat Adopsi

·         Syarat Pengangkatan Anak Antar Warga Negara Indonesia

1.      Syarat Bagi Calon Anak Angkat
  1. Belum berusia 18 (delapan belas) tahun
  2. Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan
  3. Berada dalam asuhan keluarga atau dalam Lembaga Pengasuhan Anak
  4. Memerlukan perlindungan khusus.
  5. 2.      Syarat Bagi Calon Orang Tua Angkat
    1. Sehat jasmani dan rohani
    2. Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima tahun)
    3. Beragama sama dengan agama calon anak angkat
    4. Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan
    5. Berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun
    6. Tidak merupakan pasangan sejenis
    7. Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak
    8. Dalam keadaan mampu ekonomi dan social
    9. Memperoleh persetujuan anak dan ijin tertulis orang tua atau wali anak
    10. Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik anak, kesejahteraan dan perlindungan anak
    11. Adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat
    12. Tidak mengasuh calon anak selama 6 bulan sejak ijin pengasuhan diberikan
    13. Memperoleh ijin Menteri dan/atau Kepala Instansi Sosial.


Syarat Pengangkatan Anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing

Pengangkatan anak WNI oleh WNA dimungkinkan, apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Menurut Keputusan Menteri Sosial RI, No: 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak, dalam lampirannya disebutkan:

1.      Syarat Bagi Calon orang tua angkat
  1. Berstatus kawin dan berumur minimal 25 tahun, maksimal 45 tahun
  2. Pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak sekurang-kurangnya sudah kawin 5 (lima) tahun dengan mengutamakan keadaannya sebagai berikut:


ü  Tidak mungkin mempunyai anak (dengan surat keterangan dokter kebidanan/dokter ahli)

ü   belum mempunyai anak

ü  mempunyai anak kandung seorang

ü  mempunyai anak angkat seorang dan tidak mempunyai anak kandung.

Dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial berdasarkan surat keterangan dari negara asal pemohon
Persetujuan tertulis dari Pemerintah Negara asal pemohon
Berkelakuan baik berdasarkan surat keterangan dari Kepolisian RI
Dalam keadaan sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter Pemerintah RI
Telah berdomisili dan bekerja tetap di Indonesia sekurang-kurang 3 (tiga) tahun berdasarkan surat keterangan dari pejabat yang berwenang serengah-rendahnya Bupati/Walikota/Kepala Daerah Tingkat II setempat
Telah memelihara dan merawat anak yang bersangkutan sekurang-kurangnya:

ü  6 (enam) bulan untuk di bawah umur 3 (tiga) tahun

ü  1 (satu) tahun untuk anak umur 3 (tiga) tahun sampai 5 (lima) tahun sampai 5 (lima) tahun.

Mengajukan pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak semata-mata untuk kepentingan kesejahteraan anak.
2.      Syarat Bagi Calon anak angkat
  1. Berumur kurang dari 5 (lima) tahun
  2. Berada dalam asuhan organisasi social
  3. Persetujuan dari orang tua/wali (apabila diketahui ada).
  4. 3.      Laporan sosial


Untuk pengangkatan anak asing Undang-undang No 62 tahun 1958 tentang kewaranegaraan Republik Indonesia pada pasal 2, yang dikatakan :

ü  Ayat (1) Anak asing yang belum berumur 5 tahun yang diangkat oleh seorang warganegara Republik Indonesia, memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, apabila pengangkatan itu dinyatakan sah oleh Pengadilan Negeri dari tempat tinggal orang yang mengangkat anak itu.

ü  Ayat (2) Pernyataan sah oleh Pengadilan Negeri termaksud harus dimintakan oleh orang yang mengangkat tersebut dalam satu tahun setelah Undang-undang ini mulai berlaku.

Dalam penjelasannya dikatakan adakalanya anak yang diangkat itu adalah anak asing, maka pemberian kewargaan negaran Republik Indonesia kepada anak angkat itu hendaknya dibatasi pada anak yang masih muda. Tujuan pengangkatan anak asing oleh seorang warga negara Republik Indonesia adalah terutama untuk kepentingan kesejahteraan anak. Materi ketentuan pasal 2 dan penjelasan umum Undang- undang No. 62 tahun 1958 antara lain:

Batas usai anak yang boleh diangkat dibawah umur 5 tahun.pengangkatan termasud harus disahkan oleh pengadilan negeri dalam jangka waktu satu tahun setelah pengangkatan anak.
Anak asing yang diangkat sebagai anak angkat oleh seorang warganegara Republik Indonesia termaksud diarahkan agar benar-benar dapat merasakan dan menyakini dirinya warganegara Republik Indonesia

Undang-undang No. 4 tahun 1970 tentang kesejahteraan Anak Dalam Undang-undang ini ditentukan motif dan anak yang dikehendaki dalam pengaturan hukum tentang pengangkatan anak, yaitu untuk kepentingan kesejahteraan anak. Pasal 12 berbunyi:

Pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak.
Kepentingan kesejahteraan anak yang dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah .
Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan yang dilakukan diluar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

E.     Tata Cara Pengangkatan Anak (Adopsi)
  1. 1.      Tata Cara Pengangkatan Anak antar Warga Negara Indonesia
    1. Melengkapi syarat-syarat pengangkatan anak
    2. Mengajukan pengajuan permohonan Penetapan Pengangkatan Anak ke Pengadilan Agama (bagi yang beragama Islam) atau ke Pengadilan Negeri (bagi yang beragama Non Islam). Adapun isi Permohonan yang dapat diajukan adalah:


Motivasi mengangkat anak, yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak tersebut.
penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang.

Untuk itu dalam setiap proses pemeriksaan, Diharuskan membawa dua orang saksi yang mengetahui seluk beluk pengangkatan anak tersebut. Selain itu ada beberapa hal yang tidak diperkenankan dicantumkan dalam permohonan pengangkatan anak, yaitu:

 menambah permohonan lain selain pengesahan atau pengangkatan anak.
pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari pemohon.

Karena putusan yang dimintakan kepada Pengadilan harus bersifat tunggal, tidak ada permohonan lain dan hanya berisi tentang penetapan anak tersebut sebagai anak angkat dari pemohon, atau berisi pengesahan saja.

Mengingat bahwa Pengadilan akan mempertimbangkan permohonan Anda, maka Anda perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, termasuk pula mempersiapkan bukti-bukti yang berkaitan dengan kemampuan finansial atau ekonomi. Bukti-bukti tersebut akan memberikan keyakinan kepada majelis hakim tentang kemampuan Anda dan kemungkinan masa depan anak tersebut. Bukti tersebut biasanya berupa slip gaji, Surat Kepemilikan Rumah, deposito dan sebagainya.

c.       Setelah Majelis Hakim mempelajari berkas tersebut, Majelis akan mengeluarkan Penetapan
Kemudian Pengadilan akan meneruskan Salinan Penetapan tersebut kepada Instansi terkait seperti Dephukham, Depsos, Deplu, Depkes, Kejaksaan dan Kepolisian.
2.      Tata Cara Pengangkatan Anak Antara Warga Negara Indonesia Dengan Warga Negara Asing
  1. Melengkapi syarat-syarat pengangkatan anak
  2. Mengajukan pengajuan permohonan Putusan Pengangkatan Anak ke Pengadilan Agama (bagi yang beragama Islam) atau ke Pengadilan Negeri (bagi yang beragama Non Islam)
  3. c.       Setelah Majelis Hakim mempelajari berkas tersebut, Majelis akan mengeluarkan Putusan
  4. Kemudian Pengadilan akan meneruskan salinan putusan tersebut kepada Instansi terkait seperti Dephukham, Depsos, Deplu, Depkes, Kejaksaan dan Kepolisian.


F.     Dampak Pengangkatan Anak (Adopsi)

Pengangkatan anak berdampak pula pada hal perwalian dan waris.

a.      Perwalian

Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya.

b.      Waris

Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat.

§  Hukum Adat:

Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, —Jawa misalnya—, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991).

§  Hukum Islam:

Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991)

§  Peraturan Per-Undang-undangan :

Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.

G.    Kasus Adopsi

Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jember tetap meneruskan pemeriksaan kasus jual beli bayi dengan kedok adopsi di RSUD dr Soebandi. Empat saksi tambahan dari petugas rumah sakit menjalani pemeriksaan.Menurut Kholilur Rochman, pihaknya telah merampungkan pemeriksa 12 saksi. Dari saksi yang telah diperiksa itu pihaknya masih belum bisa menentukan siapa yang menjadi tersangka kasus adopsi ilegal itu.

Dalam kasus yang dilaporkan oleh pasangan Fatimah dan Kholik ini, polisi menggunakan pasal 83 UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002. Dalam pasal tersebut, setiap orang yang memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000 dan paling sedikit Rp 60.000.000.

Sementara Komisi D DPRD Jember akhirnya memanggil jajaran direksi RSUD dr Soebandi Jember. Pemanggilan itu untuk meminta penjelasan seputar dugaan adopsi ilegal pada anak Siti Fatimah dan Kholik Priyanto yang ramai diperbincangkan.

Setelah mendengarkan penjelasan dari pihak RSUD, Komisi D DPRD Jember akhirnya memberikan rekomendasi kepada pihak RSUD dr Soebandi untuk meningkatkan dan memperbaiki kinerja pelayanan kepada masyarakat. Rekomendasi yang diberikan, rumah sakit harus makin meningkatkan pelayanan.

            Tanggapan :

1.      Aspek Ekonomi : Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa tujuan dari adopsi illegal adalah untuk mendapatkan keuntungan dengan menjual anak dari pasangan Fatimah dan Kholik. Jadi masih bisa disimpulkan bahwa factor ekonomi masih menjadi factor utama dalam kasus adopsi illegal ini.
2.      Aspek Agama : Jika dilihat dari kasus di atas jelas bertentangan dengan agama karena tidak meningkatkan kesejahteraan anak tersebut melainkan hanya untuk kepentingan seseorang untuk mendapatkan keuntungan padahal dari segi agama tujuan adopsi sendiri adalah untuk meningakatkan kesejahteraan anak yang tidak mempunyai orang tua.
3.      Aspek Hukum : Dari segi hukum kasus adopsi illegal itu juga bertentangan karena tidak sesuai dengan prosedur Adopsi yang telah tercantum dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
4.      Aspek Medis : Dengan adanya kasus ini diharapkan kepada semua Rumah Sakit untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar tidak terulang kembali kejadian yang serupa.
5.      Aspek Sosial Budaya : Dari segi social dan budaya kasus ini sangat bertentangan dengan budaya yang berkembang di Negara Indonesia. Anak adalah anugrah dari tuhan yang sebaiknya dijaga dan dilindungi bukannya untuk diperjual belikan dengan tujuan hanya untuk mendapatkan keuntungan pihak-pihak tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan anda....komentar dong.....

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Terbaru

Daftar Blog Saya