Senin, 07 Mei 2012

Taman Anak Sejahtera Percontohan


BERTOLAK dari persolan anak yang harus tetap mendapatkan hak-haknya serta perlindungan yang memadai, Kementerian Sosial RI di Jalan Salemba, Jakarta, sejak tahun 1993 menyediakan ruang bagi anak-anak karyawannya yang ibunya bekerja. “Awalnya disediakan khusus bagi anak-anak karyawan Kemsos, selanjutnya menampung pula anak-anak karyawan dari perkantoran lain atau ibu-ibu pekerja di sekitar Jalan Salemba. Dalam perkembangannya ditampung pula anak-anak dari keluarga miskin yang sebelumnya diberdayakan atau diajak bekerja oleh orangtuanya,“ papar Dr.Harry Hikmat, Direktur Kesejahteraan Sosial Anak, Kementerian Sosial.

Anak-anak dari keluarga miskin itu di antaranya adalah anak-anak yang sebelumnya diajak mengamen oleh ibunya, atau diajak mengemis di jalan-jalan. Ini merupakan upaya pemerintah dalam melindungi hak-hak anak, dan agar mereka bisa tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya.
Awalnya memang menimbulkan sikap penolakan dari ibu-ibu yang secara sosial ekonomi lebih mampu. Namun, setelah anak-anak itu mendapat perlakuan sama dan beradaptasi dengan anak-anak yang lain, orangtua dari kalangan yang mampu tadi, kata Dr Harry, malah jatuh iba dan kadang membantu mereka.
Menurut Harry, istilahnya kini bukan lagi tempat penitipan anak (TPA), tetapi Taman Anak Sejahtera (TAS). Karena kata “penitipan” berkonotasi barang titipan. Di Kemsos kini terdapat puluhan anak yang diasuh dan dirawat tenaga yang cukup profesional. Usia anak yang ditampung di TAS mulai bawah tiga tahun atau usia dini hingga 8 tahun. TAS di Kemsos selanjutnya dimaksudkan sebagai TAS percontohan. Misalnya, tersedia prasarana yang sesuai dengan kebutuhan anak, seperti media bermain, sarana belajar, ruang tidur, kamar mandi, dan lainnya. Ada program kegiatan yang mendukung perkembangan psikologis anak, juga perkembangan motoriknya. Semua ini didukung pekerja yang profesional dalam mengasuh, merawat dan mendidik anak-anak, serta dibantu tenaga ahli seperti dokter dan psikolog.
Administrasinya juga rapi, ada semacam track record-nya. Misalnya bagaimana permasalahan masing-masing anak, kasus-kasus yang dialami, tingkat perkembangannya juga tercatat rapi. Perkembangan fisik dan psikisnya terpantau dan tercatat. TAS percontohan juga menampung anak-anak yang telantar. Menurut Harry Hikmat, di Indonesia sekarang terdapat sekitar 6.980 anak telantar di 15 provinsi. 

Karena itu, pihaknya juga berharap agar tempat-tempat semacam TAS di Kemsos yang dikelola swasta tidak bersifat komersial dengan biaya yang nahal. Jika mengedepankan profit, tentu hanya anakanak dari kalangan mampu yang cukup mendapatkan hak-hak dan perlindungan yang layak, terutama saat orangtua mereka tidak bisa mengasuhnya karena kesibukan bekerja atau mencari nafkah. Untuk itu diharapkan, pihak swasta pun dalam mengelola taman-taman anak sejahtera juga mau menampung anak-anak dari kalangan tidak mampu.  “Ya, harus ada semacam subsidi silang dari mereka yang mampu, “ kata Hary. Bahkan pihaknya juga mengimbau TAS yang dikelola swasta tidak dijadikan lahan bisnis untuk encari keuntungan.

Perlindungan anak, kata Harry Hikmat, sudah menjadi tekad pemerintah dalam menegakkan pembangunan yang berkeadilan. Anak dari keluarga tidak mampu harus mendapatkan pula hak-haknya untuk tumbuh dan berkembang secara layak. Keberadaan TAS di lingkungan perkantoran, pusat-pusat industri maupun pusat-pusat perbelanjaan, diakui Harry memang belum merupakan kewajiban, yakni yang lalai akan terkena sanksi. “Belum ada sanksi karena harus disediakan terlebih dulu payung hukumnya. Tetapi, keberadaan TAS ini lebih sebagai imbauan, “ kata Harry. Kak Seto, Ketua Komnas Anak, ketika diminta tanggapannya terkait keberadaan tempat penitipan anak yang kini disebut TAS, juga menekankan perlunya tempat yang mumpuni, seperti tempat tidur, kamar mandi yang dilengkapi tempat
buang air besar (BAB), serta taman bermain, juga taman-taman yang hijau. TAS harus didukung staf atau SDM yang profesional yang tahu perkembangan psikologi anak, kebutuhan makan anak, dan sebagainya.
Anak-anak usia batita (bawah tiga tahun) yang masuk dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) harus ditangani secara baik dan benar oleh para pekerja di TAS. Keberadan TAS yang seharusnya ada di perkantoran tempat ibunya bekerja, tidak hanya mempermudah orangtua dalam menengok anaknya, juga mempermudah komunikasi dan pemantauan orangtua terhadap perkembangan anaknya.
Kak Seto mengimbau agar TAS tidak hanya tersedia di gedung-gedung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan anda....komentar dong.....

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Terbaru

Daftar Blog Saya