Saya salah satu cucu (A) dari nenek yang saat ini masih hidup, dalam
kondisi pikun dan sudah kembali seperti bayi. Sebelumnya perlu saya
jelaskan sejarahnya, nenek saya (B ) menikah dengan bapak Ambari (C)
dalam kondisi sebagai seorang janda beranak 1 yaitu ayah kami (D). Saat
ini bapak Ambari dan ayah saya (E ) sudah meninggal. Dari pernikahan
Bapak Ambari dan nenek saya tidak memperoleh keturunan, akhirnya selain
ayah saya, Bapak Ambari mengadopsi anak dari saudara (F) tidak ada
surat resmi adopsi.
Belum lama kami cucu nenek telah menjual rumah
nenek, dengan alasan nenek tinggal sendirian tidak ada yangurus dan
akan dipindahkan ke rumah nenek di kampung tinggal bersama ibu (G)
saya. Kami cucu-cucunya semula berencana hasil dari penjualan rumah
akan merenovasi rumah nenek yang di kampung karena bangunan sudah tua,
yang nantinya akan menjadi tempat tinggal nenek yang baru. Sisanya kami
depositokan, untuk persediaan bila nenek butuh dana untuk berobat atau
kebutuhan yang lainnya. Dan dari bunga deposito itu akan saya berikan
utnuk kebutuhan sehari-hari yang sebelum dipotong untuk zakat 2,5% yang
akan kami salurkan untuk membayar hutang si anak adopsi.
Tapi
apa yang kami rencana menimbulkan kebimbangan bagi kami, karena
tiba-tiba kakak-kakak dari anak adopsi yang kebetulan masih saudara
misan dengan kami menuntut hak dengan mengeluarkan hadist yang isinya
bahwa anak adopsi berhak atas harta bapak Ambari sebesar maksimal 1/3
dari harta yang ada. Perlu juga Ustadz ketahui bagaimana kondisi anak
adopsi sejak kecil sudah di sekolah sampai S1, saat ini menganggur
begitu juga suaminya, mempunyai 2 orang anak. Dalam kesulitannya kami
berusaha membantu semampu kami, bahkan kami berusaha mencari pemecahan
untuk membantu menutup lubang (hutang) dan sementara si anak adopsi
terus menggali empang (menimbulkan hutang lebih besar) sampai-sampai
tanpa sepengetahuan kami uang pensiun nenekpun ternyata dihabiskan untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya. Itupun kami tahu karena adik kami yang
ambil yang sebelum anak adopsilah yang antar nenek ambil uang pensiun.
Sebenarnya
kami cucu-cucunya tidak berpikir masalah warisan, kami hanya ingin
yang terbaik bagi nenek kami. Berhubung ada yang menuntut maka kami
perlu mencari kebenarannya, sebenarnya siapa yang berhak? Untuk itu
kami mohon bantuan segera dari pak ustadz, supaya kami tidak salah
mengambil keputusan dan tidak salah langkah. Atas bantuannya saya
ucapkan terima kasih.
Pertanyaan saya:
1. Siapakah yang berhak menerima warisan Bapak Ambari (C)?
2. Siapakah yang berhak menerima waris apabila nenek (B) meninggal? 3. Benarkah anak adopsi mendapat hak bagian sebesar 1/3?
4. Kapankah harta nenek bisa dibagikan? Keluarga anak adopsi menuntut uang itu diberikan sekarang, sementara nenek masih hidup.
5. Apakah perbedaan wasiat dan hibah dan kapan pelaksaannya?jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
1. Yang menerima warisan atas harta Bapak Ambari hanya ahli waris
beliau. Semua ahli waris kalau mau didaftarkan ada 25 orang, tapi tidak
mungkin semuanya kebagain, karena ada hijab yang membuat seseorang
tertutup oleh orang lain. Tapi yang jelas, nenek (C) sebagai isteri
punya hak warisan atas harta suaminya.
2. Tentang siapakah yang
berhak menerima waris apabila nenek (B) meninggal, jawaban nomor ini
juga sama dengan jawaban nomor satu.
3. Benarkah anak adopsi mendapat hak bagian sebesar 1/3?
Adapun
anak angkat, di dalam hukum Islam tidak pernah diakui, meski oleh
hukum sekuler diakui. Tapi hukum Islam tidak tunduk kepada hukum
sekuler buatan barat. Sehingga meski dilengkapi dengan surat resmi dari
negara, tidak pernah dikenal istilah anak angkat atau anak adopsi dalam
Islam.
Dan karena anak adopsi tidak pernah dikenal, otomatis
juga tidak pernah ada cerita bahwa anak adopsi menerima harta warisan
dalam agama Islam. Haram bagi umat Islam berhukum dengan hukum sekuler
kafir versi barat. Ini hanya menunjukkan bahwa pelakunya itu masih
senang dijajah oleh bangsa barat. Serta jelas-jelas menyombongkan diri
lagi menentang agamanya sendiri.
Kecuali kalau sebelumnya
bertukar agama dulu, lalu murtad dan menjadi pemeluk agama lain,
bolehlah berpikir untuk mengakui konsep adopsi anak. Namun selama masih
ingin jadi bagian dari umat Islam, haram hukumnya mengadopsi anak.
Yang
dibolehkan hanya memelihara (hadhanah) anak orang lain. Seperti anak
yatim atau anak orang tidak mampu. Tapi urusan silsilah nasab dan
keluarga, tidak boleh diganti dengan alasan apapun. At-Tabanni (mengangkat anak dengan merubah nasab) adalah sebuah dosa besar.
Adapun
hadits yang dibawakan itu jelas bukan hadits, apalagi menyebutkan
bahwa anak angkat berhak mendapat warisan maksimum 1/3 bagian.
Bagaimana mungkin ada hadits yang menyatakan hak anak angkat mendapat
warisan, padahal mengangkat anak itu sendiri hukumnya haram?
Kalau
pun ada hadits yang menyebutkan hak 1/3 atas harta warisan, yang benar
adalah tentang hak seorang yang akan meninggal dan berwasiat bila
nanti wafat akan memberikan harta itu kepada orang lain di luar ahli
waris. Dan oleh Rasulullah SAW dibatasi maksimal hanya boleh 1/3 dari
total harta. Tujuannya justru untuk melindungi hak-hak ahli waris agar
tetap bisa menerima warisan dari orang tua mereka.
4. Kapankah
harta nenek bisa dibagikan? karena keluarga anak adopsi menuntut uang
itu diberikan sekarang, sementara nenek masih hidup.
Tidak ada
pembagian warisan atas harta orang yang masih hidup. Sebab syarat dari
adanya pembagian warisan dalam syariat Islam adalah: [1] Masih hidupnya
ahli waris, [2] sudah wafatnya muwarrits (orang yang hartanya akan dibagi waris, dan [3] adanya harta yang akan dibagi waris.
Kalau
pun nenek dengan sepenuh kesadarannya memberikan sebagian harta
kepadanya yang menurut kaca mata syariah bukan anaknya dan bukan siapa
pun, maka judulnya bukan bagi waris, tapi sedekah, sumbangan, hibah atau
amal. Tapi tidak ada kewajiban untuk melakukanya. Namanya juga
sedekah, ya seikhlasnya. Kalau tidak ikhlas? Tidak memberi juga tidak
apa-apa.
Dan kalau nenek tidak ingin memberikannya, sementara
orang yang mengaku sebagai anak angkat itu tetap memaksa, maka judulnya
adalah pemerasan, penjarahan atau perampokan. Sebab orang itu secara
hukum tidak punya hak apapun atas harta nenek.
5. Apakah perbedaan Wasiat dan Hibah dan kapan pelaksaannya?
Wasiat
adalah keinginan seseorang yang punya harta untuk memberi sebagain
hartanya kepada orang lain, di luar ahli waris, namun pelepasan atau
pemberiannya dilakukan setelah dia meninggal. Maksimal hanya 1/3 dari
total harta.
Bedanya dengan hibah, bahwa pelaksanaannya dilakukan
selama masih hidup. Tidak perlu menunggu meningggal dulu. Dan hibah
boleh diberikan kepada orang yang nantinya akan menjadi ahli waris.
Tidak ada batas maksimal.
Dan wasiat dan hibah ini keduanya
berbeda dengan warisan. Yaitu hukumnya tidak wajib, tapi terserah
kepada yang punya harta. Kalau mau memberi, silahkan. Tapi kalau tidak
mau memberi, tidak boleh dipaksa-paksa.
Sedangkan warisan adalah
pembagian harta milik orang yang sudah meninggal kepada ahli waris
dengan pembagian yang telah ditentukan Allah SWT dan hukumnya wajib
dilakukan.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan anda....komentar dong.....